3. SEPIRING
BERDUA
Sebagai
mana biasa pagi yang redup dan gerimis itu Kang Sholih dan Leha keluar rumah.
Mereka berdua melenggang bersama menuju pematang sawah untuk menanam padi.
Tidak menghiraukan dinginnya girimis yang semakin deras. Tidak mustahil
sebentar kemudian hujan deras. Dinginnya gerimis pagi itu sudah menjadi
kebiasan sehari – hari Kang Sholih dan Leha di musim penghujan semacam itu.
Mereka
berdua sehari – hari menanam padi setiap hari di musim penghujan. Tapi bukan menanam
padi disawahnya sendiri. Bukan pula menanam padi di sawah sewaan mereka. Mereka
menanam padi hanya buruh kepada petani yang lain. Mereka menukarkan keringat
yang bercampur air hujan setiap hari dengan sedikit ongkos kerja harian untuk
menopong kehidupan keluarga mereka. Karena kang Sholih dan Leha tidak mempunyai
sawah dan tidak pula sanggup menyewa sawah. Maka pekerjaan sehari – hari mereka
buruh dan mencari rumput untuk kambing – kambingnya.
“Astaghfirullohal
adhim. Dingin sekali udaranya pagi ini kang mas. Sejak malam gerimis tidak kunjung
reda. Kalau saja tanpa kang mas, aku tidak sanggup kesawah pagi ini. Jalan
berlumpur dan terlalu licin. Mata harus melotot mengawasi pematang kecil pembatas
sawah yang berlumpur. Kuku – kuku kaki harus mencengkeram tanah agar tidak
terpeleset. Pikiran teggang.” Ucap Leha sang bunga desa Langon kepada suaminya.
“Al
– Hamdulillah. Hanya sekedar gerimis, bukan hujan lebat yang menyebabkan banjir
dan menghanyutkan serta merusak semua
tanaman. Mudah – mudahan air gerimis ini menyirami hubungan pernikahan kita. Sehingga
kebahagiaan rumah tangga kita menjadi
lebih subur dan berbuah sempurna. Kebahagiaan kita akan kokoh berdiri dalam
kehati – hatian kita berdua sebagaimana kita menapak dipematang kecil berlumpur
nan licin ini. Maka pematang kecil berlumpur dan licin ini adalah ibarat langkah–langkah
kita dalam mempertahankan kebahagiaan itu. Kalau kita berhati – hati dalam
menapak di pematang kecil licin ini kita selamat, tidak terjatuh dan
terjerembab di lumpur. Kebahagiaan rumah tangga kita bisa dipertahankan kalau
kita berhati – hati dalam hidup. Harus bersyukur setiap saat karena nikmat –
Nya. Kalau ceroboh tidak hati – hati kebahagiaan itu akan tergelincir oleh
godaan dan akan hancur berkeping – keeping.” Jawab Kang Sholih yang alumni
sebuah pesantren salafiyah itu.
“He
he he …. Kang mas ini bisa saja. Mendengar tausiyah kang mas, badanku menjadi
hangat, fikranku menjadi segar, semangatku membara kembali. Walaupun sebenarnya
kulitku tetap saja kedinginan. Rasa kedinginan terbunuh oleh tausyiah Kang Mas
yang sanggup merasuk kedalam hati.” Sahut Leha dengan girang.
“Kita
menapak di pematang kecil yang licin ini sebagai ujian bagi rumah tangga kita,
agar kebahagiaan kita teruji ketangguhannya.” Lanjut Kang Sholih.
“Apa
maksudnya kang ?” Tanya Leha tidak mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih komentarnya !!!