Jumat, 10 Agustus 2012

TERHEMPAS DI NEGERI TIRAI BAMBU (BAG.5)

3. SEPIRING BERDUA
Sebagai mana biasa pagi yang redup dan gerimis itu Kang Sholih dan Leha keluar rumah. Mereka berdua melenggang bersama menuju pematang sawah untuk menanam padi. Tidak menghiraukan dinginnya girimis yang semakin deras. Tidak mustahil sebentar kemudian hujan deras. Dinginnya gerimis pagi itu sudah menjadi kebiasan sehari – hari Kang Sholih dan Leha di musim penghujan semacam itu.

Mereka berdua sehari – hari menanam padi setiap hari di musim penghujan. Tapi bukan menanam padi disawahnya sendiri. Bukan pula menanam padi di sawah sewaan mereka. Mereka menanam padi hanya buruh kepada petani yang lain. Mereka menukarkan keringat yang bercampur air hujan setiap hari dengan sedikit ongkos kerja harian untuk menopong kehidupan keluarga mereka. Karena kang Sholih dan Leha tidak mempunyai sawah dan tidak pula sanggup menyewa sawah. Maka pekerjaan sehari – hari mereka buruh dan mencari rumput untuk kambing – kambingnya.
“Astaghfirullohal adhim. Dingin sekali udaranya pagi ini kang mas. Sejak malam gerimis tidak kunjung reda. Kalau saja tanpa kang mas, aku tidak sanggup kesawah pagi ini. Jalan berlumpur dan terlalu licin. Mata harus melotot mengawasi pematang kecil pembatas sawah yang berlumpur. Kuku – kuku kaki harus mencengkeram tanah agar tidak terpeleset. Pikiran teggang.” Ucap Leha sang bunga desa Langon kepada suaminya.
“Al – Hamdulillah. Hanya sekedar gerimis, bukan hujan lebat yang menyebabkan banjir dan  menghanyutkan serta merusak semua tanaman. Mudah – mudahan air gerimis ini menyirami hubungan pernikahan kita. Sehingga kebahagiaan rumah tangga kita  menjadi lebih subur dan berbuah sempurna. Kebahagiaan kita akan kokoh berdiri dalam kehati – hatian kita berdua sebagaimana kita menapak dipematang kecil berlumpur nan licin ini. Maka pematang kecil berlumpur dan licin ini adalah ibarat langkah–langkah kita dalam mempertahankan kebahagiaan itu. Kalau kita berhati – hati dalam menapak di pematang kecil licin ini kita selamat, tidak terjatuh dan terjerembab di lumpur. Kebahagiaan rumah tangga kita bisa dipertahankan kalau kita berhati – hati dalam hidup. Harus bersyukur setiap saat karena nikmat – Nya. Kalau ceroboh tidak hati – hati kebahagiaan itu akan tergelincir oleh godaan dan akan hancur berkeping – keeping.” Jawab Kang Sholih yang alumni sebuah pesantren salafiyah itu.
“He he he …. Kang mas ini bisa saja. Mendengar tausiyah kang mas, badanku menjadi hangat, fikranku menjadi segar, semangatku membara kembali. Walaupun sebenarnya kulitku tetap saja kedinginan. Rasa kedinginan terbunuh oleh tausyiah Kang Mas yang sanggup merasuk kedalam hati.” Sahut Leha dengan girang.
“Kita menapak di pematang kecil yang licin ini sebagai ujian bagi rumah tangga kita, agar kebahagiaan kita teruji ketangguhannya.” Lanjut Kang Sholih.
“Apa maksudnya kang ?” Tanya Leha tidak mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih komentarnya !!!